Rabu, 18 Juli 2012

Waspada!!! Tidak Lama lagi kita tidak bisa makan nasi

Nasi merupakan Makanan Pokok masyarakat Indonesia dari dulu hingga sekarang dan sepertinya tidak akan bisa tergantikan. Jika kita cermati, nasi berasal dari beras yang di tanak (dimasak), sedangkan beras berasal dari padi yang telah siap panen di lahan persawahan lalu diolah di pusat penggilingan. 

Namun, apa yang terjadi jika dalam waktu dekat kemungkinan besar kita tidak bisa lagi makan nasi. Ini akan menjadi kenyataan apabila kita semua (masyarakat dan pemerintah) saling tidak peduli terhadap lingkungan sekitar, atau ini bisa saja tidak terjadi apabila kita saling peduli dan bekerja sama.

Melihat kenyataan yang terjadi sekarang ini,
sepertinya kita harus bergerak cepat untuk menanggulangi hal ini. Lihat saja apa yang terjadi disekitar kita, berapa banyak lahan persawahan yang telah beralih fungsi menjadi komplek perumahan. Namun sebaliknya, apakah ada kita melihat pembukaan lahan-lahan baru menjadi lahan persawahan. Saya rasa tidak.

Dalam 35 tahun mendatang Indonesia akan mengalamai kelaparan karena sumber produksi pangan Indonesia makin hari makin berkurang. Sedangkan tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia makin tinggi. Pernyataan tersebut muncul dari Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan, Kementrian Pertanian, Gayatri K R. (Singgalang)

Semakin banyaknya Pembangunan Komplek-komplek perumahan akhir-akhir ini merupakan gambaran semakin meningkatnya Pertumbuhan penduduk Indonesia sekarang ini. Apabila jumlah penduduk semakin banyak, tentu kebutuhan akan bahan makanan semakin banyak dan tentunya kebutuhan akan beras juga semakin meningkat.

Sebelum ini kita telah sering mendengar berita bahwa pemerintah kita mengimpor beras dari luar negeri guna memenuhi kebutuhan akan beras dalam negeri. Kegiatan impor ini terjadi tentu karena produksi beras dalam negeri sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Miris juga mendengar negeri yang subur ini tidak mampu memberi makan orang yang hidup berketurunan di dalamnya Seperti “ayam mati di lumbung padi”. Padahal negeri ini sering digembar gemborkan dengan ungkapan “Gemah ripah loh jinawi (aman, makmur dan sentosa), serta dinyatakan juga dalam sebuah lirik lagu yang berbunyi “tongkat kayu dan batupun jadi tanaman”.

Untuk mengatasi kekurangan pasokan beras dalam negeri tentu dengan cara meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri. Oleh karena itu, tentu kita berharap banyak pada lahan-lahan pesawahan yang sudah ada di Indonesia. Namun Lahan Persawahan Indonesia semakin hari semakin berkurang, tergantikan oleh Pembangunan Komplek-komplek perumahan di atas lahan-lahan tersebut. Daerah yang dahulunya merupakan hamparan persawahan, sekarang ini telah berubah menjadi kotak-kotak bangunan perumahan.

Seharusnya pembangunan komplek perumahan sebagai jawaban pertumbuhan penduduk tersebut tidak dilakukan diatas sawah-sawah yang menjadi harapan kita untuk memenuhi kebutuhan pangan kita. Tentu ini merupakan sebuah kesalahan. Alangkah lebih baik apabila komplek-komplek tersebut dibangun diatas lahan-lahan kosong atau paling tidak – tidak di atas lahan persawahan yang masih produktif –. Untuk memenuhi kekurangan pasokan pangan Indonesia tentu juga harus dilakukan pembukaan lahan-lahan persawahan yang baru agar kekurangan produksi beras menjadi tercukupi dan kita tidak mengekspor beras lagi, atau kalau bisa kita kembali bisa melakukan swasembada beras seperti yang pernah terjadi pada era Presiden Soeharto dahulu.

Siapa yang seharusnya bertanggung jawab? Apakah kesalahan para Petani yang menjual sawah-sawahnya? Di Indonesia kegiatan bertani tidak bisa lagi menjanjikan bagi kehidupan keluarga para petani, tentu menjual sawah dan beralih profesi merupakan langkah yang lebih menjanjikan bagi mereka. Atau apakah ini merupakan kesalahan pemerintah yang memberikan izin kepada developer-developer perumahan untuk mendirikan perumahan diatas lahan persawahan tersebut atau ini sebagai bukti bahwa Pemerintah yang gagal menahan laju pertumbuhan penduduk?. Apabila kita mencari-cari siapa pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas problema ini tentu permasalahan ini tidak akan pernah selesai. Dalam hal ini diperlukan aksi nyata dari kita bersama untuk mengatasi hal ini. Namun tindakan seperti apa yang bisa kita lakukan? atau kita hanya duduk diam membiarkan hal yang telah terjadi ini tetap berlanjut?
(glg/12/7/2)

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut

 
;